BAB
1 PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
1.
Kopi
Kopi adalah biji dari tanaman Coffea spp dalam bentuk bugil dan belum
disangrai.Kopi merupakan sejenis berasal dari proses pengolahan dan ekstrasi
biji tanaman kopi.kata kopi sendiri beasal dari bahasa arab qahwah yang berarti kekuatan ,karena
pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi.Kata qahwah kembali mengalami perubahan
menjadi kahveh dalam bahasa
belanda.Penggunaan kata koffie segera
diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini.
2.
Teh
Teh (camellia sinenesis) merupakan jenis tanaman yang
tumbuh baik didataran tinggi.Bagian yang paling banyak dimanfaatkan dari
tanaman teh adalah bagian daunnya.
3.
Coklat(kakao)
Biji kakao adalah biji tanaman
kakao(Theobroma cacao L.) yang berasal dari biji kakao mulia atau biji kakao
lindak yang telah melalui proses pemeraman,dicuci atau tanpa dicuci,dikeringkan
atau dibersihkan.Coklat merupakan sebutan untuk hasil olahan makanan atau
minuman dari biji kakao (Theobroma cacao L.).Cokelat pertama kali dikonsumsi
oleh penduduk Mesoamerika kuno sebagai minuman.
B. Tujuan
pengolahan
1. Suhu
tinggi
Tujuan utama dari pengolahan dengan suhu
tinggi ini adalah untuk memperpanjang daya awet produk pangan yang mudah rusak
dan meningkatkan keamanannya selama disimpan dalam jangka waktu tertentu.
2. Fermentasi
Pada awalnya fermentasi diartikan sebagai pemecahan
gula menjadi alkohol dan CO2. Kemudian pengertian tersebut berkembang sehingga
pemecahan laktosa menjadi asam laktat oleh Streptococcus lactis dalam
suasana anaerobik (kurang oksigen) juga diartikan sebagai fermentasi. Fermentasi
adalah suatu proses pengolahan pangan dengan menggunakan jasa mikroorganisme
untuk menghasilkan sifat-sifat produk sesuai yang diharapkan.
3. Pengeringan
Pengeringan bertujuan
mengurangi kadar air pada suatu bahan dengan cara konduksi, konveksi ataupun
infra merah. Air bebas berkurang, sehingga aktivitas mikroba maupun enzim
menjadi terhambat.
C. Jenis
pengolahan
a. Suhu
tinggi : kopi instan,coklat
bubuk
b. Fermentasi : teh oolong,teh hitam,
c. Pengeringan : teh hijau,teh melati
BAB
2 PEMBAHASAN
A.
Pengertian
pengolahan bahan
pangan
Pengolahan
bahan pangan adalah suatu kegiatan merubah bahan mentah menjadi bahan jadi
ataupun bahan setengah jadi. Tidak semua makanan di konsumsi dalam bentuk
segar. Sebagian besar makanan di konsumsi setelah terlebih dahulu diolah
menjadi berbagai makanan siap saji/setengah siap saji dalam berbagai jenis.
Bahan mentah hasil panen kalau dibiarkan begitu saja lama-kelamaan akan mengalami
kerusakan akibat pengaruh-pengaruh fisiologik, mekanik, fisik, kimiawi,
parasitik atau mikrobiologik. Perubahan-perubahan tersebut ada yang
menguntungkan, ada pula yang merugikan. Karena itu diperlukan suatu kegiatan
pengolahan bahan pangan yang bisa memastikan agar bahan pangan tersebut tidak
terbuang percuma dan bisa di konsumsi bila-bila masa.
Tujuan
Pengolahan bahan pangan adalah untuk meningkatkan kualitas dan memperpanjang
masa simpan bahan pangan. Pengolahan bahan pangan identik dengan proses
pengawetan. Baik pengawetan secara kimia, fisik ataupun mikrobiologi. Dalam
pengolahan bahan pangan, perubahan-perubahan yang terjadi pada bahan pangan
yang bersifat menguntungkan dengan sengaja diadakan, digiatkan, dibantu,
dipercepat dan diatur. Sedangkan perubahan-perubahan yang bersifat merugikan
dihambat, dicegah, dihindarkan dan dihentikan. Segala sesuatu yeng menyangkut
perlakuan yang terjadi dalam rangkah mengolah bahan pangan dikenal dengan
istilah Teknologi makanan.
B. Teknik
pengolahan dan pengawetan makanan
a. Suhu
tinggi/ thermal
Pemanasan
dengan menggunakan suhu 100°c dan diatas 100°c.Dalam teknik pengolahan ini
terdapat 3 jenis proses yang berbeda yaitu blanching,pasteurisasi dan
sterilisasi.Ketiga proses pemanasan ini terdapat berbagai variasi suhu dan
waktu tertentu,tergantung dari jenis bahan pangan yang akan diolah.
b. Suhu
rendah
Suhu rendah didefinisikan sebagai suhu di bawah suhu
udara normal tetapi masih di atas suhu beku. Umumnya yang dimaksud dengan suhu
rendah ini berkisar antara -2°C sampai 8°C. Pada dasarnya, penurunan mutu
produk pangan melibatkan dua sistem, yaitu sistem kimia dan biokimia produk itu
sendiri dan sistem mikroorganisme yang mengkontaminasinya. Kedua sistem ini
sama-sama beraktivitas dan akan mempengaruhi mutu akhir produk
C.
Aplikasi
pengolahan pada bahan penyegar
1.
Suhu
tinggi
ü
Kopi instan ( kopi
bubuk )
Kopi bubuk adalah Biji kopi yang
melalui proses penggilingan atau penghancuran biji kopi menjadi serbuk-serbuk dan kemudian diseduh.
Kopi instan secara komersial disiapkan baik dengan cara freeze-drying maupun
spray drying, setelah itu dapat direhidrasi. Kopi yang
dimulai dari Penyiapan bahan baku, Penyangraian , Pencampuran,
Penghalusan biji kopi sangria dan Pengemasan.
Proses
pembuatan kopi instan :
a. Penyiapan
bahan baku
Biji kopi merupakan bahan baku
minuman sehingga aspek mutu [fisik, kimiawi, kontaminasi dan kebersihan] harus
diawasi dengan baik karena menyangkut citarasa, kesehatan konsumen, daya hasil
[rendemen] dan efisiensi produksi.
b.
Penyangraian
Proses
penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dengan
perlakuan panas dan kunci dari proses produksi kopi bubuk. Proses sangrai
menggunakan mesin sangrai tipe silinder berputar. Silinder sangrai dapat
digerakkan dengan motor listrik atau motor bakar, sedang sebagai sumber panas
adalah kompor minyak tanah atau gas. Kapasitas antara 10 sampai 40 kg per batch
tergantung ukuran diameter silindernya.
Proses
sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan
memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi
pirolisis. Reaksi ini merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara
lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi. Reaksi
ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di atas 180 oC. Secara kimiawi, proses
ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai
berwarna putih. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna
biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang
umum adalah sebagai berikut,
1. Suhu 190 –195 oC untuk tingkat
sangrai ringan [warna coklat muda],
2. Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat
sangrai medium [warna coklat agak gelap]
3. Suhu di atas 205 oC untuk tingkat
sangrai gelap [warna coklat tua cenderung agak hitam].
Waktu
penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit tergantung pada kadar air
biji kopi berasanya dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki. Salah satu tolok ukur
proses penyangraian adalah derajad sangrai yang dilihat dari perubahan warna
biji kopi yang sedang disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna
sampel biji kopi sangrai yang diambil dari dalam silinder sudah mendekati warna
sampel standar. Salah satu rujukan warna sampel atas dasar tingkat sangrai
disajikan pada Gambar 16 dengan 3 tingkatan penyangraian, yaitu ringan [light],
menengah [medium] dan gelap [dark].
Sesudah
proses penyangraian selesai, biji kopi hasil sangrai dimasukkan ke dalam bak
pendingin. agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama pendinginan, biji kopi
sangrai diaduk agar proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut [over
roasted]. Untuk bak pendingin yang dilengkapi dengan kipas mekanis, sisa kulit ari
yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai akan terhisap sehingga biji
kopi ssangrai lebih bersih.
c.
Pencampuran
Untuk mendapatkan citarasa dan aroma
yang khas, pabrikan kopi bubuk sering menggunakan bahan baku campuran dari
beberapa jenis biji kopi beras [Arabika, Robusta, Exelsa dll], jenis proses
yang digunakan [proses kering, semi-basah, basah], dan asal bahan baku
[ketinggian, tanah dan agroklimat]. Beberapa jenis bahan baku tersebut
disangrai secara terpisah, ditimbang dalam proporsi tertentu [atas dasar uji
citarasa], dan kemudian dicampur dengan alat pencampur putar tipe hexagonal.
d.
Penghalusan biji kopi sangrai
Biji
kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus [grinder] sampai diperoleh
butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan memberikan
sensasi rasa dan roma yang lebih optimal. Mesin penghalus menggunakan tipe
Burr-mill.
Mesin
ini mempunyai dua buah piringan [terbuat baja], yang satu berputar [rotor] dan
yang lainnya diam [stator]. Mekanisme penghalusan terjadi dengan adanya gaya
geseran antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama
biji kopi sangrai. Kopi bubuk ukuran halus diperoleh dari ayakan dengan ukuran
lubang 200 Mesh, sedangkan untuk ukuran bubuk medium digunakan ayakan 120 mesh.
Jika dipasang ayakan 200 Mesh, sebagian besar [79 %] kopi bubuk akan mempunyai
ukuran antara 0,90 - 1,0 mm. Kapasitas mesin penghalus antara 10 – 60 kg per
jam tergantung pada diameter piringan penghalusnya.Proses gesekan yang sangat
intensif akan menyebabkan timbul panas di bagian silindernya dan akan
menyebabkan aroma kopi bubuk berkurang. Untuk menghindari tersebut, maka mesin
penghalus sebaiknya dihentikan dan didinginkan sejenak saat suhu kopi bubuk di
dalam bok penampung meningkat secara tidak wajar.
Rendemen
hasil pengolahan [penyangraian dan penghalusan] adalah perbandingan antara
berat kopi bubuk yang diperoleh dengan berat biji kopi beras yang diproses.
Rendemen makin turun pada derajad sangrai yang makin gelap. Rendemen tertinggi,
yaitu 81 %, diperoleh pada derajad sangrai ringan, dan terendah yaitu 76 %,
dengan derajad sangrai gelap. Rendemen juga dipengaruhi oleh susut berat biji
kopi selama penyangraian. Makin tinggi kadar air biji dan makin lama waktu
penyangraian menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil [Sivetz and Foote, 1973].
Sedangkan susut berat selama proses penghalusan umumnya terjadi karena partikel
kopi bubuk yang sangat halus terbang ke lingkungan akibat gaya sentripetal
putaran pemukul mesin penghalusnya.
e.
Pengemasan
Tujuan
pengemasan adalah untuk mempertahankan aroma dan citarasa kopi bubuk selama
distribusikan ke konsumen dan selama dijajakan di toko, di pasar tradisional
dan di pasar swalayan. Demikian halnya selama disimpan oleh pemakai. Jika tidak
dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan citarasa kopi bubuk akan berkurang
secara signifikan setelah satu atau dua minggu. Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi
penyimpanan [suhu lingkungan], tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan
bubuk dan kandungan oksigen di dalam kemasan.
Bahan
pengemas yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut,
1. Daya transmisi rendah terhadap uap
air
2. Daya penetrasi rendah terhadap
oksigen
3. Sifat permeable rendah terhadap
aroma dan bau
4. Sifat permeable terhadap gas CO2
5. Daya tahan yang tinggi terhadap
minyak dan sejenisnya
6. Daya tahan yang tinggi terhadap
goresan dan sobekan
7. Mudah dan murah diperoleh
Proses pengemasan
secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan kopi bubuk ke
dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan. Ketiganya dilakukan oleh
tiga operator secara berurutan. Sedangkan, labeling tanggal kadaluwarsa
dilakukan setelah seluruh tahapan proses pengemasan selesai.
ü
Coklat bubuk
Coklat
bubuk atau cocoa powder terbuat dari bungkil/ampas biji coklat yang telah
dipisahkan lemak coklatnya. Bungkil ini dikeringkan dan digiling halus sehingga
terbentuk tepung coklat.
Dari biji kakao kering
dapat diolah menjadi bubuk kakao, dengan tahapan sebagai berikut :
a. Penyangraian
Proses penyangraian dimaksudkan untuk memudahkan proses
penghalusan kakao, serta meningkatan aroma dan citarasa coklat, menggunakan
wajan atau alat penyangrai ( roaster). Bila sudah tercium aroma khas coklat,
maka proses penyangraian segera dihentikan dan didinginkan dalam nampan dengan
cara mengipasi sambil diaduk.
b. Pemisahan biji
Untuk pemisahan keping
biji kakao dari kulit ari dapat dilakukan dengan cara biji kakao ditumbuk kasar
didalam nampan. Kemudian ditampi untuk memisahkan kulit atau menggunakan alat
pemisah kulit kakao ( desheler)
c. Penggilingan.
Dapat menggunakan cara tradisional yaitu menggiling dengan cobek
atau dapat juga menggunakan alat pengupas yang fungsingnya memperhalus partikel
pasta dan bubuk coklat.
d. Pengepresan
Pengepresan dilakukan dengan menggunakan alat pengempa lemak
hidrolik yang dapat menghasilkan pasta kasar untuk kemudian dipanaskan dengan
suhu 40- 50 derajat celcius, tujuannya untuk memisahkan kandungan lemak dengan
pasta kakao.
e. Penggilingan pendinginan
Pasta kasar yang diperoleh dari hasil pengepresan didinginkan,
sehingga membentuk cake (padatan) untuk selanjutnya dilakukan penggilingan
dengan mesin pembubuk coklat yang menghasilkan partikel lebih halus dalam
bentuk bubuk coklat.
f. Pengemasan
Pengemasan bubuk coklat dilakukan dengan menggunakan bahan plastik
yang tebalnya 0,8 mm atau alluminium foil dengan menggunakan alat vakum ( vakum
sealer). Alat ini mampu mempertahankan mutu produk didalam kemasan. Kapasitas
dari vakumsealer ini bisa mencapai 1-15 bungkus/batch.
g. Penyimpanan
Bubuk coklat disimpan
ditempat yang tidak terkena sinar matahari langsung agar suhunya tidak
berfluktuasi.
2. Fermentasi
ü
Teh oolong (Oolong Tea
)
Teh oolong adalah gabungan teh hitam
dan teh hijau. Teh tersebut difermentasi dengan cepat, sesudah dan sebelum
penggulungan. Warna daunnya setengah coklat.
Proses
pembuatan teh oolong ( teh semi fermentasi ):
1. Daun teh segar (kadar air 75 - 80 %)
2. Pelayuan dengan sinar matahari ( 90
menit )
3. Pelayuan dan pengayakan dalam
ruangan (4-7 jam )
4. Pengeringan I dengan sistim
Panning ( proses tersebut dilakukan dengan cara melewatkan daun pada lorong /
silinder panas (suhu permukaan 300° - 350° C), dengan tujuan untuk menghambat
proses oksidasi enzimatis.
5. Penggulungan ( 5-12 menit )
6. Pemotongan
7. Pengeringan II.
ü
Teh Hitam ( Black Tea )
Teh hitam lebih teroksidasi
daripada ragam teh
hijau, oolong
dan putih;
keempat varietas itu terbuat dari daun Camellia
sinensis.
Teh hitam umumnya lebih berasa seleranya dan lebih banyak mengandung kafein
daripada teh yang tak teroksidasi.
Proses pembuatan teh hitam :
1. Proses Pelayuan
·
Menggunakan kotak untuk melayukan daun (Whithering trought),
merupakan kotak yang diberikan kipas untuk menghembuskan angin ke dalam kotak.
·
Pembalikan pucuk 2 - 3 kali untuk meratakan proses pelayuan.
2.
Proses Penggilingan Bertujuan untuk memecah sel-sel daun, agar proses
fermentasi dapat berlangsung secara
merata.
3. Proses Pengeringan
·
Menggunakan ECP drier (Endless Chain Pressure drier) &
Fluid bed drier.
·
Kadar air produk yang dihasilkan 3 - 5 %
3.
Pengeringan
ü Teh hijau
Teh yang digunakan merupakan daun
dari tanaman teh. Daun teh segar mengandung 75-82% air dan sisanya merupakan
bahan organik dan anorganik. Bagian-bagian yang memegang peranan penting dalam
pengolahan teh yaitu bahan-bahan organik, antara lain zat tanin, kafein, enzim
protein, minyak eteris, dan vitamin. Di dalam bidang kesehatan, daun teh
memiliki khasiat membantu mengatasi gejala sakit kepala, diare, penyubur dan
penghitam rambut, kolesterol dan trigliserida darah tinggi, kencing manis,
mengurangi terbentuknya karang gigi, dan infeksi saluran pencernaan.
Produk
yang dihasilkan akan memiliki warna hijau tua dengan penampakan menggulung dan
aroma khas teh hijau. Rendemen yang dihasilkan dari pembuatan teh hijau yaitu
22% (22 kg teh hijau kering). Seduhan teh hijau berwarna hijau kekuningan.
Proses
pembuatan teh hijau :
a. Pelayuan
Pelayuan pada teh
hijau bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan menurunkan
kandungan air dalam pucuk, agar pucuk menjadi lentur dan mudah
digulung.Pelayuan dilaksanakan dengan cara mengalirkan sejumlah pucuk secara
berkesinambungan kedalam alat pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas dengan
suhu pelayuan 80-100°C. selama proses pelayuan berlangsung dalam Rotary Panner,
terjadi proses penguapan air baik yang terdapat di permukaan maupun yang
terdapat didalam daun. Uap air yang terjadi harus secepatnya dikeluarkan dari
ruang Roll Rotary Panner, untuk menghindari terhidrolisanya klorofil oleh uap
asam-asam organik.
Tingkat layu pucuk
dinilai berdasarkan presentase layu, yaitu perbandingan berat pucuk layu
terhadap pucuk basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase layu teh hijau
lokal adalah 60-70%, dan untuk teh hijau ekspor sekitar 60% dengan tingkat
kerataan layuan yang baik. Tingkat layu yang tepat ditandai dengan keadaan pucuk
layu yang berwarna hijau cerah, lemas, dan lembut, serta mengeluarkan bau yang
khas.
Kriteria untuk
menentukan tingkat kelayuan daun antara lain:
·
bentuk daun lemas, agak lekat seperti daun yang dimasukkan
dalam air panas.
·
warna daun hijau kekuning-kuningan atau hijau muda
·
air seduhan daun layu jernih dengan sedikit warna hijau atau
pucat
·
kadar air 65-70%.
b. Penggulungan
Penggulungan pada
pengolahan teh hijau bertujuan membentuk mutu secara fisik, karena selama penggulungan,
pucuk teh akan dibentuk menjadi gulungan-gulungan kecil dan terjadi pemotongan.
Proses ini harus segera dilakukan setelah pucuk layu keluar mesin Rotary
Panner.
Penggulungan
dilakukan satu kali agar tidak terjadi penghancuran daun teh yang terlalu
banyak, yang dapat meningkatkan jumlah bubuk dengan mutu yang kurang
menguntungkan. Lama penggulungan disesuaikan dengan tingkat layu pucuk, ukuran,
tipe mesin penggulung serta mutu pucuk yang diolah. Lama penggulungan sebaiknya
tidak lebih dari 30 menit dihitung sejak pucuk layu masuk mesin penggulung.
c. Pengeringan
Pengeringan pada
teh hijau bertujuan untuk menurunkan kadar air dari pucuk yang digulung hingga
3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di permukaan daun sampai berbentuk
seperti perekat, dan memperbaiki bentuk gulungan teh jadi. Untuk mencapai
tujuan tersebut, dilaksanakan dua tahap pengeringan, masing-masing menggunakan
mesin yang berbeda.
Mesin pengering
pertama disebut ECP (Endless Chain Pressure) Dryer. Pada mesin pengering ini,
suhu diatur supaya suhu masuk 130-135°C dan suhu keluar 50-55°C dengan lama pengeringan 25 menit.
Pada pengeringan pertama ini, jumlah air yang diuapkan mencapai 50% dari bobot
pucuk, sehingga hasilnya baru setengah kering dengan tingkat kekeringan 30-35%.
Pada pengeringan
tahap kedua digunakan mesin pengering Rotary Dryer tipe Repeat Rool. Maksud
pengeringan kedua adalah untuk menurunkan kadar air sampai 3-4% serta
memperbaiki bentuk gulung teh keringnya. Pengeringan dalam rotary dryer menggunakan
suhu tidak lebih dari 70°C dengan lama pengeringan 80-90
menit, dan putaran rotary dryer 17-19 rpm.
d. Sortasi Kering
Sortasi kering
bertujuan untuk memisahkan, memurnikan dan mengelompokkan jenis mutu teh hijau
dengan bentuk ukuran yang spesifik sesuai dengan standar teh hijau. Pada
prinsipnya, sortasi kering teh hijau adalah.
·
memisahkan partikel-partikel yang mempunyai bentuk dan
ukuran yang relatif sama kedalam beberapa kelompok (grade), kemudian
memisahkannya dari tulang-tulang daunnya,
·
melakukan pemotongan dengan tea cutter bagian-bagian teh
yang ukurannya masih lebih besar dari jenis mutu yang dikehendaki,
·
setelah hasil sortasi teh hijau terkumpul menjadi beberapa
jenis dilakukan polishing dengan menggunakan mesin polisher,
·
hasil sortasi ini dikelompokkan kedalam jenis-jenis mutu teh
hijau sesuai dengan mutu yang ada.
e. Penyimpanan dan Pengemasan
Penyimpanan dan
pengemasan mutlak dilakukan mengingat teh yang baru dihasilkan belum bisa
langsung di pasarkan. Selain jumlahnya masih sedikit, teh yang baru disortasi
masih perlu didiamkan agar kelembaban teh bisa terkontrol. Proses ini terutama
hanya untuk menjaga aroma teh yang harum.
Pengemasan teh
hijau dilakukan dengan bahan pembungkus kantong kertas yang didalamnya dilapisi
aluminium foil. Untuk memasarkannya teh hijau biasa dikemas dalam kantong
kertas atau kantong plastik dengan ukuran kemasan bervariasi. Tujuan pengemasan
teh adalah:
a.
Melindungi
produk dari kerusakan.
b.
Mepermudah
transportasi.
c.
Efisien
dalam penyimpanan di gudang.
d.
Dapat
digunakan sebagai alat promosi.
ü
Teh Wangi Melati (Jasmine Tea)
Teh melati adalah minuman teh yang diramu dengan bunga melati. Minuman ini berasal dari zaman Dinasti Song (960-1279 M). Biasanya teh melati dibuat dengan
bahan dasar teh hijau atau teh putih. Rasa teh melati khas yang dihasilkan ramuan ini
adalah rasa manis lembut dan biasanya dianggap sebagai teh yang tidak keras dan
lebih gampang untuk dinikmati. Teh melati mengeluarkan wangi bunga melati saat
diseduh, daunnya berbulu halus tipis dan saat diseduh ke
dalam cangkir terasa manis lembut.
Proses
pembuatan teh melati :
1. Proses Pengeringan I
·
Teh hijau dipanaskan dengan menggunakan mesin Rotary drier /
Fluid bed drier pada suhu 90° - 125° C.
·
Proses penggosongan akan menghasilkan warna coklat kehitaman
dengan kadar air 3 - 5 %
2. Pemilihan bunga
Dipilih bunga yang siap mekar & sedapat mungkin
memperkecil penerimaan bunga "karuk" (kuncup bunga yang belum saatnya
mekar), hal ini bertujuan agar proses pewangian dapat berlangsung dengan
sempurna.
3. Proses pelembaban
·
Bertujuan untuk mempersiapkan teh agar dapat menerima aroma
bunga secara maksimal.
·
Dilakukan penambahan air ± 20 %.
·
Proses pelembaban dilakukan pada pagi - siang hari, kemudian
teh hasil pelembaban ditebar / dibeber membentuk suatu lapisan setebal ± 15 -
20 cm.
·
Setelah itu dilanjutkan dengan proses pewangian, dimana
bunga melati dicampurkan.
4. Proses Pengeringan II
·
Menggunakan ECP drier (Endless Chain Pressure drier) dengan
suhu berkisar antara 110° - 125° C selama 45 - 60 menit.
·
Kadar air produk yang dihasilkan berkisar antara 4 - 6 %.
BAB
3 KERUSAKAN AKIBAT PENGOLAHAN
1. KOPI
Pada
proses penyangraian merupakan tahapan penting dalam pembentukan warna, aroma
dan cita rasa khas yang ada didalam segelas kopi. Pada proses penyangraian,
biji kopi (kopi hijau) mengalami kontak dengan panas pada suhu dan tekanan
tinggi untuk waktu tertentu sehingga beratnya berkurang hingga 18-20% dan
volumenya meningkat hingga 35%. Selama proses ini terjadi serangkaian perubahan
fisiko kimia dari berbagai komponen yang ada didalam biji kopi yang akan
menentukan karakteristik warna, aroma dan citarasa minumanmkopi.
2. TEH
Pada
proses pengolahan teh yang terjadi adalah perubahan kimia selama pelayuan
antara lain dalam proses respirasi akan terjadi penurunan gula oleh oksigen
menjadi energi dan karbondioksida. Apabila gula berangsur-angsur berkurang maka
akan terombak pula senyawa-senyawa lain hasil metabolisme yang terlebih dahulu
menjadi gula.
3. COKLAT
Pengeringan
yang terlalu lama juga berdampak meningkatnya total abu dalam biji kakao. Jenis
abu yang terdapat dalam biji kakao diantaranya kalium, magnesium zat besi (Bernard,
1989).
Menurut
Winarno (1993), dengan pemanasan protein dapat mengalami denaturasi, artinya strukturnya
berubah dari bentuk unting ganda yang kuat menjadi kendur dan
terbuka, sehingga memudahkan bagi enzim untuk menghidrolisis dan memecahkannya
menjadi asam-asam amino. Semakin tinggi suhu semakin aktif protein tersebut.
Sehingga proses inaktifasi protein juga meningkat.
Ditambahkan
Winarno (2004), protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya, lapisan molekul protein bagian
dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar sedangkan bagian luar yang
bersifat hidrofil terlipat ke dalam. Viskositas protein akan bertambah karena
molekul mengembang dan menjadi asimetrik sehingga larutan protein akan
meningkat.
BAB
4 PENUTUP
1. Kesimpulan
Pengolahan
bahan pangan adalah suatu kegiatan merubah bahan mentah menjadi bahan jadi
ataupun bahan setengah jadi. Tidak semua makanan di konsumsi dalam bentuk
segar. Sebagian besar makanan di konsumsi setelah terlebih dahulu diolah
menjadi berbagai makanan siap saji/setengah siap saji dalam berbagai jenis.
Tujuan
Pengolahan bahan pangan adalah untuk meningkatkan kualitas dan memperpajang
masa simpan bahan pangan.
Teknik
pengolahan terbagi atas 2 yaitu suhu thermal dan suhu rendah.
Suhu thermal/tinggi dilakuan pemanasan dengan menggunakan suhu 100°c dan diatas
100°c. dan Suhu rendah
didefinisikan sebagai suhu di bawah suhu udara normal tetapi masih di atas suhu
beku. Pada pengolahan bahan penyegar digunakan 3 teknik pengolahan yaitu suhu
tinggi,fermentasi dan pengeringan.
2. Saran
Dalam
pembelajaran mata kuliah IPL seharusnya dilengkapi dengan buku yang dapat
membantu materi yang diberikan oleh dosen dan terdapat diperpustakaan kampus,sehingga
kami sebagai mahasiswa tidak sulit untuk mengerjaan tugas.
DAFTAR
PUSTAKA
Benard. W. M. 1989. Chocolate Cocoa and Confectionery. Third
Edition. Callifornia
Winarno,
F.G. dan Jennie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Winarno,
F. G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumsi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar